Advertisement



Ruh yang berdakwah
Oleh : Syuhudul Anwar M. Ag

Dakwah adalah kewajiban individu
Banyak sekali ayat alquran maupun hadis yang mengisyaratkan tentang hal ini. Bahwa dakwah adalah kewajiban personal dan bukan kewajiban sosial. Sehingga menurunkan beberapa definisi yang berbeda tentang dakwah itu sendiri. Yang intinya adalah mengarahkan, memberi contoh, mempengaruhi, memberi informasi, memberi peringatan, kepada orang lain atau kelompok lain untuk mau melakukan kebaikan-kebaikan.

Maka dakwah merupakan tugas semua individu muslim tidak memandang latarbelakang pendidikan, kelas sosial, ras, bahkan etnis. Tetapi semua dikenai oleh khitob untuk berdakwah ini. Karena memang dakwah yang pengertiannya begitu universal ini sangat fleksibel dan bisa dilakukan oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun. Seperti halnya kebaikan adalah universal, apa yang dianggap baik oleh agama-agama lain, begitu pun dianggap baik oleh islam. Demikian pula abah anom berpendapat di dalam miftahusudur, bahwa memerangi hawa nafsu adalah dianggap baik oleh semua agama di alam ini.

Bukan hanya tugas kita sebagai da’i yang dalam definisinya adalah pengajak, penyeru, juga bukan hanya dilimpahkan kepada muballig yang definisinya penyampai pesan.
Tetapi para pendidik, pemangku jabatan pemerintahan, pemegang wewenang dalam bidang hukum, ekonomi, politik, dan lain-lain. Mereka pun sama, apapun profesinya, da’i atau muballig adalah sisi lain dari diri mereka manakala mereka melakukan dakwah dalam arti luas.

Berikut ini dakwah dalam pengertian menyebarkan, menyampaikan dan sebagai agama. Dakwah dalam pengertian menyebarkan dan menyampaikan
انقاذ الناس من ضلالة أوشرواقع وتحذيرهم من أمريخشى عليهم الوقوع في بأسه.
Dakwah dalam pengertian bahwa dakwah adalah agama:
1.      Dakwah islamiyyah adalah ketundukkan kepada alloh dan taat kepada ajaran-ajaranNya tanpa ikatan dan syarat apapun, dan ketaatan ini adalah bukti adanya ketundukan tersebut. Makanya harus ada kebebasan agar ketaatan tersebut sempurna.
2.      Dakwah islamiyah adalah agama yang diridoi oleh alloh untuk segenap alam yang diturunkan kepada semua nabi dan rosul.
3.      Dakwah islamiyyah adalah aturan yang umum dan undang-undang yang menyeluruh bagi semua aspek kehidupan.
Pokok pembicaraan dalam dakwah adalah aqidah, syariah, dan akhlak.

Manusia
Manusia adalah mahluk alloh yang memiliki kelebihan-kelebihan. Meskipun sebenarnya kelebihannya hanya satu, tapi dengan yang satu ini, manusia bisa meraih banyak kelebihan dan berada di atas derajat mahluk lainnya. Apakah kelebihan itu? Yakni manusia memiliki qalbu. Yang di dalam qalbu itu berisi akal untuk berfikir, hati untuk merasa, dan rasa untuk selalu bersama alloh.

Syaikh Sirri saqoty: “Lisanmu penterjemah hatimu, wajahmu cerminan hatimu, terlihat jelas pada wajah apa yang disembunyikan qalbu”. Lisan dan qalbu adalah kelebihan yang dimiliki oleh manusia, yang saya maksudkan. Lisan untuk bicara, dan qalbu untuk menerawang, berfikir, bernalar, menimbang-nimbang, dan aktifitas di alam idea lain yang melibatkan otak kita.

Alloh berfirman: dan sungguh kami telah mulyakan keturunan adam.  Tetapi kemuliaan yang dimaksud hanya bisa diraih jika manusia telah menapaki jalan tauhid. Jika tidak demikian, maka kemuliaan tersebut tidak ada nilainya, karena bisa menyebabkan manusia itu sendiri terjerembab ke dalam jurang kehinaan yang lebih hina daripada binatang.

Alloh berfirman: dan jika mereka beristiqomah pada jalan/thoriqoh maka mereka akan mendapatkan limpahan air. Bukan hanya karomah atau kemulyaan, tetapi limpahan air/ rahmat dari alloh pun didapat. Maka perlu beristiqomah pada jalan yang membuat manusia menjadi sangat ber-tauhid. Sehingga manusia bisa benar-benar berada lebih tinggi di atas mahluk lain bahkan manusia bisa menjadi wakil alloh di muka bumi ini. Bukan hanya limpahan rahmat, tetapi manusia bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam ini.

Macam-macam manusia menurut syaikh abdul qadir qs:
1.      Orang yang tanpa lisan dan tanpa qalbu. Mereka adalah manusia-manusia ahli maksiyat. Mereka akan terus seperti itu hingga alloh memberinya cahaya keimanan ke dalam qalbu mereka.
2.      Memiliki lisan tanpa qalbu. Mereka berbicara tentang hikmah-hikmah atau ilmu-ilmu tentang kehidupan tetapi tidak mengamalkannya. Hadis: yang paling aku takutkan menimpa ummatku adalah adanya munafiqun yang lisannya berilmu. Hadis: yang paling aku takutkan menimpa ummatku adalah adanya ulama yang melakukan keburukan.
3.      Memiliki qalbu tanpa lisan. Mereka adalah mukminun yang disembunyikan oleh alloh dari mahluknya, mereka dibukakan pandangan atas kelemahan diri mereka sendiri, hati mereka diberi pancaran cahaya dan membuat mereka yakin bahwa keselamatan ada pada diam.
4.      Memiliki lisan dan qalbu. Mereka adalah manusia-manusia yang selalu dirindukan oleh penghuni malakut dan mereka adalah orang-orang yang termasuk kepada hadis: barang siapa yang belajar dan mengamalkan hasil pembelajarannya dan menjadi tahulah ia, maka ia dipanggil di malakut sebagai mahluk yang agung.
Ada tiga kesimpulan, di antara macam-macam manusia tersebut, ada yang memang harus diberi informasi tentang risalah (tauhid) dan ada juga yang harus memberi informasi tentang risalah, juga ada yang tidak perlu diberi informasi tentang risalah. Yang pertama, harus diberi informasi, yang kedua, diberi peringatan, yang ketiga berdiam diri adalah pilihan mereka karena mereka telah berada pada jalurnya, yang keempat, yang harus memberikan contoh dan memberikan informasi dan harus kita minta informasi darinya tentang risalah.

Dan mengapa risalah?? Ibnu Taimiyyah: risalah merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh hamba, mereka harus memilikinya, dan kebutuhan mereka atas risalah melebihi kebutuhan mereka atas segala sesuatu yang lain. Goldziher: kita harus percaya bahwa dalam manhaj islam itu ada kekuatan positif yang mampu mengarahkan manusia kepada kebaikan.

Bagaimanapun risalah yang dibawa oleh nabi muhammad saw adalah risalah yang mulia. Karena risalah ini adalah rahmat dan kebaikan untuk seluruh alam ini. Tidak ada sedikitpun dalam risalah, sesuatu yang mengarahkan manusia agar menjadi ancaman bagi kehidupan bahkan alloh berkehendak untuk menciptakan manusia yang menjadi wakilnya di muka bumi yang bertugas mengurusi kehidupan dan melestarikan kehidupan bumi dan jagar raya ini. Atau dikenal dengan khalifah fil ardl.

Lisan jasad, ruh, rasa.
Pada dasarnya dakwah adalah pekerjaan aktifitas tiga organ tubuh. Yakni tangan, lisan, dan hati. Sebagaimana dalam hadis: barangsiapa yang melihat kemunkaran maka hendaknya ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan qalbunya dan itu adalah iman yang paling rendah. Lisan dalam arti bahasa verbal maupun non verbal. Tangan dalam arti kekuasaan atau kekuatan diri atas orang lain di dunia. Qalbu dalam arti kekuatan diri untuk mengarahkan situasi dan kondisi melalui pergerakan sikap dan perilaku.

Meskipun hadis tersebut demikian, dakwah dilakukan tidak menggunakan semua tapi setengah-setengah. Sehingga wajar nabi bersabda demikian, jika hanya dengan tangan saja, atau lisan saja, atau qalbu saja, maka itu merupakan wujud lemahnya iman. tetapi sesungguhnya dakwah yang efektif adalah dakwah yang dilakukan oleh keseluruhan potensi diri. Tangan, lisan, dan qalbu menyatu. Dan inilah dakwah yang didasari oleh kuatnya iman. Karena hingga detik ini mungkin tidak ada orang yang bergerak tangannya bahkan lisannya tanpa menggunakan qalbu. Seperti yang dikatakan oleh syaikh Sirri bahwa “Lisanmu penterjemah hatimu, wajahmu cerminan hatimu, terlihat jelas pada wajah apa yang disembunyikan qalbu”.

Dari wajah hingga qalbu ada keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan. Dan antara wajah dengan qalbu juga ada keterkaitan-keterkaitan lain yang juga tidak bisa dipisahkan. Sebagaimana kita tahu bahwa manusia terdiri dari dua dimensi, jasad dan ruh, jasmani dan ruhani, dhohir dan bathin, sadar dan tidak sadar. Maka lisan atau bibir kita yang ada di bawah hidung kita adalah simbol dari jasad, jasmani, dzhohir, dan kesadaran kita. Sedangkan qalbu adalah simbol dari ruh, ruhani, bathin, dan ketidaksadaran kita.

Bersyukur, melalui pembelajaran sufistik, kita bisa mengetahui sesuatu yang lebih dalam dari itu. Yakni adanya sirr atau rasa. Sehingga dua dimensi tersebut bisa dikendalikan melalui yang satu ini. Sirr adalah tempat dimana Alloh berada di dalam kedalaman paling dalam lubuk qalbu manusia. Sirr mampu menggerakkan keduanya, lisan dan qalbu. Sirr mampu menguasai semua potensi dalam diri manusia. Sehingga manakala sirr seseorang telah sampai kepada tingkat dimana Alloh bersemayam di dalamnya dan melekat kuat, selalu bersamaNya, maka itulah tingkatan dimana manusia mencapai derajat insan kamil.

Insan kamil adalah nabi muhammad Saw, dan para nabi yang lain yang disebutkan ataupun tidak di dalam alquran. Apakah kita bisa mencapai derajat insan kami? Sangat bisa. Hanya dengan dua cara, yakni dengan menghilangkah ke-diri-an kita dan kedua, menggantinya dengan Alloh melalui persahabatan kita dengan mereka para insan yang kamil (kummaal).

Sirri saqoty: Adab adalah penterjemah akal. Dan menurut ulama sufi bahwa tasawwuf seluruhnya adalah adab. Maka bagi sufi, lisan, tangan, dan hati, adalah satu kesatuan yang bisa mewujudkan karakter, traits, personality yang semuanya menyatu dalam satu istilah yakni akhlak. Menurut imam gazali: akhlak adalah perbuatan yang terlahir dari dalam diri secara tidak disengaja. Adapun insan kamil adalah sosok manusia yang akhlaknya telah didominasi oleh sirr. Sirr bergerak tanpa disadari apakah itu berada di bawah dua naungan, yakni di bawah naungan Alloh atau naungan syaiton.

Dan akhlakul karimah adalah wujud dari sirr yang selalu melekat di dalamnya nama Alloh, sifat, dan af’alnya. Akhlakul karimah merupakan wujud dari sirr nabi muhammad Saw. Dan akhlak nabi adalah akhlak quran. Quran adalah akhlak Alloh SWT. Maka insan kamil adalah manusia yang telah memiliki sedikit potensi ketuhanan dan sebagian besar potensi alam kauniyah ini. Bukan hanya nabi muhammad Saw tetapi masih banyak yang lain yang meneruskan beliau sebagai suri teladan dan qutb bagi alam ini. Maka jika kita mampu menemukan insan yang seperti ini, kita akan mendapatkan kebahagiaan duniawi yang hakiki dan kebahagiaan akhirat yang abadi.

Jasad, ruh, rasa; media dakwah utama
Nabi muhammad adalah sosok insan kamil yang dikenal dengan keberhasilan dakwahnya. Bahkan salah satu penulis terkenal michael hart menempatkan beliau sebagai sosok manusia yang mempu mempengaruhi jutaan manusia untuk mengimani risalah yang dibawanya. Mengapa demikian? Karena muhammad Saw melakukan dakwah melalui tiga dimensi tadi, yakni jasad, ruh, dan rasa atau sirr.

Apapun media eksternalnya, tv, radio, media cetak, jika ketiga media utama ini dijadikan modal, maka dakwah akan berhasil gemilang. Mungkin ini bisa menjadi jawaban atas ketidak berhasilan dakwah yang dilakukan dimana-mana oleh da’i dan ustadz yang secara konvensional masih berputar-putar di sekitar dua dimensi tadi, yakni jasad dan ruh. Meskipun jemaah jutaan, tetapi tidak berisi, dan qalbu hanya mendapatkan ketenangan sesaat dan tidak permanen. Bersyukur kita sudah mendapatkan curahan rahmat sehingga diberi kesempatan untuk menerima talqin dzikir sebagai alat utama penghidup sirr, penggerak qalbu, dan penguasa lisan.

Keberhasilan dakwah muhammad saw banyak disebut-sebut oleh para pakar sebagai keberhasilan dakwah berlandaskan akhlak. Hanya mereka mungkin tidak tahu bahwa rahasia di balik keberhasilan itu adalah sebagaimana ada pada hadis: taqwa itu di sini, sembari menunjukkan jari ke dadanya. Pemahaman mereka hanya sampai pada takwa bersumber dari qalbu. Tetapi jarang yang faham betul tentang ada penggerak rahasia yang mampu mengarahkan qalbu menuju akhlak karimah yakni sirr.

Model dakwah sufistik tqn
Sejak pertama berguru kepada syaikh ahmad shohibul wafa tajul arifin, abah gaos adalah sosok yang cinta ilmu. Ini belum saya temukan pada yang lain dimana ketundukkan kepada abah anom adalah disebabkan oleh ketundukkan kepada karomah-karomahnya saja dan bukan pencarian kebenaran yang didasarkan pada ilmu. Padahal rosul bersabda, barangsiapa yang mengamalkan ilmu yang ia ketahui maka ia akan diberikan wawasan apapun yang belum ia ketahui.

Cinta pada ilmu adalah modal utama dalam hidup ini. Silahkan saja bayangkan bagaimana jadinya dunia ini jika para ilmuwan tidak ada sejak dahulu. Karena bertahannya alam ini hingga detik ini adalah dengan ilmu. Maka, abah gaos pada awalnya pada saat pertemuan pertamanya dengan abah anom adalah bukan didasari oleh keinginan apapun tetapi memang atas dasar kecintaan pada ilmu yang belum didapatkannya di pesantren tempat beliau belajar.

Setelah cinta ilmu, beliau pun terus berkembang wawasannya melalui pembelajaran-pembelajaran dari abah anom secara langsung maupun tidak langsung, melalui penelaahan mandiri maupun dialog dengan abah anom, tentang ke-tasawuf-an dan ke-tqn-an. Sering sekali beliau dipinjamkan kitab rujukan oleh abah anom untuk dikaji dan dikaji. Diantaranya kitab-kitab yang dijadikan rujukan miftahusudur.

Setelah pembelajaran, apapun yang ada didalam rujukan-rujukan tersebut ternyata langsung diterapkan oleh beliau dalam kehidupan sehari-hari. Penerapannya ini yang luar biasa karena bukan sekedar penerapan biasa tetapi penerapan yang memang didasari komitmen atau tidak bergeser dari ajaran-ajaran yang diberikan oleh abah anom. Sehingga abah gaos adalah seorang murid yang memang mampu memodel abah anom kira-kira hingga 80%nya.

Dalam hadis tadi dikatakan akan diberikan apapun yang belum ia ketahui, jelas sekali, komitmennya dan loyalitasnya dalam “berguru” membuatnya menjadi sosok yang visioner. Jika abah anom adalah sosok yang futuristik maka abah gaos adalah sosok yang visioner. Futuristik dan visioner berisi hal-hal yang belum diketahui karena menyangkut masa depan atau waktu yang akan datang. Jika abah anom seolah tahu akan terjadi sesuatu, maka abah gaos seolah mengarahkan suatu proses pada sesuatu itu. Subhanalloh.

Karakter dakwah abah gaos secara umum:
1.      Tidak membawa nama dirinya tetapi selalu berada di jalur silsilah.
2.      Didasari oleh lima pokok dasar tqn, sehingga seringkali membuatnya sensasional.
3.      Mengutamakan empat prinsip harapan abah anom; ilmu, amal, akhlak, dan bahasa dalam berdakwah.

Karakter bahasa dakwah lisan abah gaos:
1.      Menyentuh
2.      Tegas, karena didasari oleh kuatnya amaliyah.
3.      Singkat, tidak berlama-lama dalam berbicara.
4.      padat, berisi materi-materi yang berbobot ilmu dan amal.
5.      Jelas, sehingga mampu diterima oleh berbagai kalangan dan mudah untuk dicerna.
6.      Fokus, tidak membawa jemaah pada wacana-wacana yang membuat fikiran mereka terbagi.
7.      Dan terkadang didasari oleh kecerdasannya yang di atas rata-rata, muncul istilah-istilah yang hingga detik ini masih banyak murid abah anom yang menggunakannya, seperti ‘abah anom adalah mujaddid’, bahkan ‘abah anom adalah mursyid’. Yang muncul dari kajian pribadi terhadap ilmu dan amal.

Oleh karena itu, kaitannya dengan dakwah atau cara agar pesan ajaran islam yang hakiki ini tersampaikan kepada khalayak ramai, ada persamaan dan perbedaan antara abah anom dengan muridnya yakni abah gaos. Persamaanya adalah mereka berdua memiliki karya besar yang bisa dikenal oleh banyak orang. Perbedaannya dalam bentuk karyanya, jika abah anom dikenal hingga tingkat internasional dengan konsep ‘inabah’nya, yang berisi program pemulihan dan pembinaan mental manusia dengan metode tasawwuf, dan ini menyebabkan keingin tahuan IFNGO dan lembaga PBB datang ke pesantren suryalaya.

Sedangkan abah gaos dikenal oleh banyak orang hingga tingkat regional dengan konsep ‘manakiban mesjid-mesjid’. Dan ini menimbulkan keingintahuan sebuah universitas besar di malaysia yang mengundang beberapa perwakilan dari institusi perguruan tinggi di suryalaya untuk presentasi disana beberapa bulan lalu mengenai adanya manakiban di mesjid-mesjid. Yang mendorong mereka ingin tahu tentang manakiban di mesjid-mesjid adalah disebabkan para ilmuwan islam yang mungkin secara tak sengaja menganggap bahwa sufi adalah pemegang ajaran yang tidak mau berinteraksi dengan khalayak. Dan menurut saya, anggapan seperti ini sama saja dengan menganggap para sufi adalah orang-orang yang menganggap dirinya tidak sesuai dengan syariat sehingga tidak berani untuk keluar kandang. Dengan manakiban di mesjid-mesjid telah merubah image sufi menjadi komunitas yang dikenal baik di masyarakat.

Apapun yang dilakukan oleh abah gaos adalah dakwah. Apakah itu dakwah secara personal, antara beliau dengan keluarga, kerabat, tetangga, dan murid-muridnya. Juga dakwah secara sosial, menggerakkan massa untuk menciptakan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada pelestarian ajaran islam secara hakiki.  Kedua tipe ini dilakukan bagaimanapun caranya dan tentunya sangat selaras dengan syariat.

Abah gaos adalah teladan kita dalam berdakwah. Dengan dakwah beliau yang dilandasi keteguhan diri dalam mempertahankan ajaran secara ilmu dan amaliyah, membuatnya begitu kuat menahan segala rintangan yang berusaha menghadang. Tentunya ini pun tidak lepas dari dorongan dan komitmen beliau memegang teguh robitoh terhadap silsilah yang termanifestasi dalam segala af’al dan ahwal beliau yang tidak jauh berbeda dengan apa yang dicontohkan oleh para pendahulunya dalam dunia thoriqoh qodiriyyah naqsyabandiyyah khususnya guru terdekat beliau syekh ahmad shohibul wafa tajul arifin.

Harapan besar kita, di depan nanti, muncul banyaknya da’i dan muballig yang nota bene adalah murid syekh ahmad shohibul wafa tajul arifin yang memindahkan sosok abah gaos ke dalam pribadi mereka secara utuh. Menerapkan ke dalam diri mereka, sosok abah gaos yang memegang teguh ajaran melalui pembelajaran dari sang guru secara shuhbah langsung dan penemu jati diri sang guru dalam miftahussuduur, penggenggam secara kokoh tanbih, dan pengikat diri terhadap sunnah-sunnah serta akhlaq karimah syekh ahmad shohibul wafa tajul arifin. Aammiinn.

Posting Komentar

0 Komentar

SITUS JUAL BELI DAN INFO PELUANG USAHA